Tak dapat dipungkiri pelaut adalah pekerja kunci (key workers) yang memiliki peran penting sebagai tulang punggung perekonomian bangsa.
Pengamat maritim dan pendiri Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa menyebut, peringatan Hari Pelaut Sedunia atau ‘Day of the Seafarer’ yang tepat jatuh pada 25 Juni 2022, dapat dijadikan sebagai momentum kebangkitan dunia kepelautan di Indonesia. Kebangkita itu dapat terwujud dengan pembentukan Undang-Undang Pelaut.
Perang Rusia-Ukraina yang masih terjadi sampai saat ini membuka mata dunia tentang betapa pentingnya melakukan pencampuran kru atau awak kapal (mix crew). Sebab banyak anak buah kapal (ABK) berkebangsaan Rusia dan Ukraina yang diturunkan dari kapal-kapal berbendera Eropa, sehingga mengakibatkan terjadinya kekurangan tenaga kerja pelaut dan operasional kapal menjadi terganggu.
Apabila, melihat bahwa sebelumnya sudah ada UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, UU No.15 Tahun 2016 tentang Pengesahan Marine Labour Convention, PP No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan dan PM KKP No. 42 Tahun 2016 tentang Perjanjian Kerja Laut Bagi Awak Kapal Perikanan. Maka sebetulnya yang lebih dibutuhkan oleh pelaut Indonesia adalah sebuah undang-undang yang mampu merajut semua peraturan tersebut.
"Karenanya saya mendorong pemerintah guna merangkumnya menjadi satu undang-undang saja yaitu UU Pelaut," kata Marcellus, yang disampaikan ketika menjadi pembicara dalam kegiataan yang dilaksanakan Komunitas Pelaut Senior Indonesia di Jakarta, Sabtu (25/6).
Pria yang juga menjadi Sekretaris Jenderal di Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Maritim Indonesia (Forkami) ini menyebut, kondisi tersebut mengakibatkan saat ini pelaut-pelaut indonesia dicari untuk dapat mengisi posisi-posisi yang ditinggalkan. Tentunya hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi para pelaut Indonesia jika dapat dimanfaatkan.