Pengawasan yang lemah membuat praktik calo izin mendaki Gunung Gede Pangrango tetap marak.
Meski tahu kegiatan pendakian Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) ditutup, Muhammad Rudin--bukan nama sebenarnya--nekat untuk naik. Bersama seorang temannya, Muhammad memacu motor bebeknya dari kediamannya di Tangerang Selatan, Banten, menuju area kaki gunung, Senin (1/11) malam itu.
Berkendara di tengah malam buta, hanya butuh waktu sekitar dua jam bagi Muhammad dan rekannya untuk sampai di pintu masuk pendakian TNGGP via jalur Gunung Putri, Cianjur, Jawa Barat. Sesampainya di area pintu masuk, Muhammad dan sobatnya sudah ditunggu seorang warga setempat.
“Sudah janjian sama ada channel warga di situ, salah satu (anggota) perkumpulan atau koperasi yang didiriin sama warga sekitar. Jadi, saya kalau mau naik, tinggal kabarin dia (calo) atau langsung datang ke pos (jalur pendakian),” ujar Muhammad saat berbincang dengan Alinea.id di Tangerang Selatan, Kamis (18/11).
Koperasi yang dimaksud Muhammad merupakan mitra TNGGP untuk menyediakan jasa pendakian bagi para pendaki. Sebagian besar anggota koperasi merupakan warga lokal yang tinggal di kaki Gunung Gede Pangrango.
Saat itu, kata Muhammad, kondisi Desa Sukatani, Cianjur, terbilang sepi. Desa itu merupakan desa perhentian terakhir sebelum mendaki Gunung Gede Pangrango. Pada kondisi normal, biasanya banyak pendaki yang berkerumun di desa tersebut.