DPR dinilai sebagai pihak yang layak menampung aspirasi masyarakat sebagai indikasi keadaan politik, sosial, dan budaya bukan uji materi.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai, Mahkamah Konstitusi (MK) selayaknya tak mengabulkan penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sebab, DPR dinilai sebagai pihak yang layak menampung aspirasi masyarakat sebagai indikasi keadaan politik, sosial, dan budaya bukan melalui uji materi (judicial review).
"Maka, selayaknyalah MK memutus bahwa uji materi tersebut tidak dapat diterima," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PSI, Francine Widjojo, di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa (10/1).
Dua kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan NasDem serta 4 perseorangan mengajukan uji materi ke MK atas sistem proporsional terbuka dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Perkara teregister dengan Nomor 114/PUU-XX/2022.
Para pemohon mendorong penerapan kembali sistem proporsional tertutup. Jika sistem ini diberlakukan lagi, maka pemilih hanya akan cara mencoblos gambar partai politik (parpol) bukan nama calon anggota legislatif (caleg).
Lebih lanjut, ujar Francine, PSI sependapat dengan sejumlah pakar yang menyatakan tidak ada sistem pemilu yang lebih unggul dari yang lain dan tiada masalah konstitusional. Namun, parpol dalam konteks kepemiluan bertugas melakukan rekrutmen dan seleksi untuk menghasilkan politisi berkualitas dan berintegritas. Nama-nama tersebut lalu disampaikan untuk dipilih publik melalui pemilihan umum (pemilu).