Sejak 25 tahun lalu, Pulau Pari rutin dikepung sampah dan tumpahan minyak mentah.
Langit masih gelap saat Mustahgfirin tiba di salah satu spot mencari ikan di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Sabtu (8/8) dini hari itu. Setelah "memarkirkan" kapal ikannya, nelayan berusia 48 tahun itu pun menebar jala.
Berulang kali Mustahgfirin menebar jaring. Namun, tak satu pun ikan yang nyangkut. Penasaran, ia pun mengecek kondisi air laut. Di bawah kapalnya, ia melihat warna air yang berkilat karena campuran cairan hitam pekat.
Awalnya, Mustahgfirin menduga cairan itu limbah kiriman dari sungai Jakarta kembali mengotori perairan Pulau Pari. Namun, setelah diperhatikan lebih saksama, limbah itu lebih menyerupai tumpahan minyak.
"Wah, ini (cairan hitam) ternyata yang jadi masalah. Pantesan enggak ada ikan," ucap Mustaghfirin saat berbincang dengan Alinea.id, beberapa waktu lalu.
Mustahgfirin dan nelayan Pulau Pari lainnya biasa menamai tumpahan minyak itu dengan sebutan pek. Itu bahasa percakapan. Pek juga bisa berarti ter atau aspal.