"Putusan ini masuk dalam kategori putusan yang non-executable karena tidak memiliki aspek manfaat dan kepastian hukum."
Pengamat hukum Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Ismail Rumadan, menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) atas gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat heboh dan meresahkan. Namun, vonis tersebut tidak bisa dieksekusi.
"Kalau dipahami secara sederhana, putusan tersebut dengan sendiri tidak dapat dilaksanakan akibat dari Pengadilan Negeri [Jakarta Pusat] terlalu memaksakan kompetensinya untuk mengadili objek sengketa yang menjadi kewenangan pengadilan lain," tuturnya kepada Alinea.id, Jumat (3/3).
"Pada akhirnya, putusan ini masuk dalam kategori putusan yang non-executable (putusan yang tidak dapat dilaksanakan) karena tidak memiliki aspek manfaat dan kepastian hukum yang imbasnya adalah mengganggu ketertiban umum (open bar order)," imbuhnya.
Ismail melanjutkan, putusan PN Jakpus yang memerintah penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tersebut tidak ubahnya vonis perdata murni. Misalnya, pihak yang berkepentingan dengan objek sengketa tanah dan tak dilibatkan dalam perkara tersebut, maka putusannya tidak bisa dijalankan lantaran masih ada kepentingan pihak lain.
"Apalagi, masalah pemilu yang sifatnya publik. Semua orang memiliki kepentingan. Jika putusannya yang bersifat keperdataan tersebut dijalankan, maka akan mengganggu kepentingan seluruh rakyat Indonesia," sambungnya.