Ujaran kebencian dalam KUHP saat ini dinilai berada dalam konteks penghinaan pada Belanda.
Mantan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Gayus Lumbuun, menilai tindak pidana ujaran kebencian (haatzaai artikelen) perlu dihapus dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penghapusan ini menjadi bentuk semangat demokratisasi yang dinilai penting untuk melandasi pembaharuan hukum pidana dalam KUHP.
Gayus mengatakan, KUHP yang berlaku saat ini masih bersumber dari hukum kolonial Belanda. Adapun konteks ujaran kebencian dalam KUHP saat ini, merupakan tindak pidana yang berkaitan dengan ungkapan permusuhan dan penghinaan terhadap Belanda pada saat itu.
"Dengan alasan untuk mencegah agar kegiatan penyampaian pendapat di muka umum tidak menjadi anarkis," kata Gayus dalam "Seminar Nasional Arah Kebijakan Pembaharuan Hukum Pidana" di Jakarta, Kamis (28/3).
Gayus juga berpendapat ujaran kebencian merupakan tindak pidana formil, sehingga harus diganti dengan tindak pidana materil.
Selain demokratisasi, revisi KUHP juga harus dilandasi semangat dekolonisasi, konsolidasi, dan harmonisasi hukum pidana nasional.