UU Minerba dinilai untungkan raksasa pertambangan di balik oligarki rezim Jokowi.
Sidang Rakyat virtual yang digelar sejumlah aktivis lingkungan menggugat agar Undang-undang (UU) Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) dibatalkan.
Juru bicara #BersihkanIndonesia sekaligus Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengatakan, pemerintah dan DPR tidak mengatur klausul hak veto, atau ‘hak mengatakan tidak’ bagi warga yang menolak tambang. Bahkan, tidak melibatkan masyarakat saat UU Minerba tersebut disahkan pada 12 Mei 2020.
“Banyaknya rakyat dari berbagai wilayah lingkar tambang pada sidang ini membuktikan, mereka tidak diajak bicara saat DPR mengesahkan UU Minerba itu, sehingga tidak sah dan tidak memiliki legitimasi,” ujar Merah dalam keterangan tertulis, Jumat (29/5).
Produk hukum UU Minerba, katad dia, tidak berangkat dari permasalahan konkret yang muncul dari aktivitas eksploitasi pertambangan. Misalnya, banyaknya izin tambang yang terbit di hutan lindung, bekas lubang tambang, insentif pada energi kotor fosil batu bara hingga panas bumi yang menyebabkan berbagai bencana.
“Ada 1.710 izin tambang di hutan lindung, 3.712 izin di hutan produksi, 2.200 izin di kawasan hutan produksi terbatas. (Belum lagi), 3.092 lubang tambang batu bara yang tercipta akibat ekspansi energi maut yang menyebabkan meluasnya konflik hingga banyak anak-anak meninggal dunia,” tutur Merah.