Fraksi Golkar DPR juga menyoroti frasa "kekuatan umum" di dalam Pasal 240 dan Pasal 241 RKUHP.
Fraksi Partai Golkar DPR mengusulkan pasal tentang penyerangan terhadap lembaga negara dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi delik aduan. Ini seperti halnya aturan mengenai penyerangan martabat atau penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden (wapres).
Hal itu disampaikan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Sari Yuliati, dalam rapat kerja (raker) dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis (24/11). Raker tersebut beragendakan mendengar tanggapan fraksi-fraksi Komisi III DPR atas draf final yang diserahkan pemerintah kepada dewan.
Pasal penyerangan martabat atau penghinaan terhadap lembaga negara diatur dalam Pasal 240 dan Pasal 241 RKHUP. Sementara itu, pasal penyerangan martabat atau penghinaan terhadap presiden dan wapres diatur dalam Pasal 218 dan Pasal 219 RKHUP.
"Tanggapan kami [Fraksi Golkar], seharusnya disamakan dengan Pasal 218 dan Pasal 219, sebagai delik aduan, yang diproses apabila ada pengaduan dari presiden, atau wakil presiden, atau pimpinan lembaga negara," ujar Sari.
Delik aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat dituntut jika ada pengaduan dari orang yang dirugikan. Adapun delik biasa adalah tindak pidana yang dapat dituntut tanpa adanya suatu pengaduan.