PT KAI seolah tak kuasa mengambil aset lahan yang sudah dikuasai pihak ketiga.
Sore itu, kawasan permukiman padat di dekat rel kereta api menuju stasiun dan pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara serasa baru mulai berdenyut. Beberapa warga berkumpul di sekitaran rel, tak jauh dari Jalan Sulawesi, sewaktu kereta sudah tak melintas. Ada yang mengobrol dengan tetangga, menyiapkan keperluan berdagang di malam hari, ada pula yang asyik main burung dara.
Rumah-rumah semi permanen yang ditinggali warga terbilang berbahaya. Sebab, bangunannya hanya selisih sekitar satu setengah meter dari rel kereta. Beberapa bangunan dijadikan tempat berdagang.
“Di sini banyak yang usaha, kayak dagang nasi, sate, atau usaha las,” ujar Tuti, salah seorang warga yang tinggal di permukiman pinggir rel itu kepada Alinea.id, Selasa (1/11).
Perempuan berusia 38 tahun itu berprofesi sebagai tukang masak di sebuah rumah makan di Tanjung Priok. Ia sudah menetap di sana sejak 25 tahun silam, usai sempat berpindah-pindah rumah karena digusur.
“Sempat ngungsi (dari sini karena digusur), tapi bangun (rumah) lagi di sini,” kata Tuti. “(Permukiman di sini digusur) tahun 1997, terus awal 2000-an.”