Langkah BRIN mengubah proyek pesawat tanpa awak (drone) MALE kombatan menjadi drone sipil potensial menghadirkan beragam masalah.
Akhmad Farid Widodo menemukan hal ganjil dalam dokumen rencana riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang ia baca pada akhir Februari lalu. Di dokumen tersebut, BRIN mengumumkan bakal mengembangkan pesawat tanpa awak (drone) Medium Altitude Long Endurance (MALE) untuk keperluan sipil.
Bagi Farid, informasi itu mengagetkan. Sejak 2017, Farid terlibat dalam pengembangan drone MALE untuk militer alias drone kombatan. Sebelum berkarier di BRIN, ia berstatus sebagai perekayasa di Pusat Teknologi Industri Pertahanan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
"Dari sisi konfigurasi pesawat, jika program drone sipil ini melanjutkan program dari sebelumnya, maka konfigurasi dan spesifikasinya yang telah ada menjadi over spec karena konfigurasi dirancang dengan misi dan spesifikasi muatan kombatan. Untuk misi sipil, tentu tidak akan kompetitif," kata Farid kepada Alinea.id, Senin (28/2).
Drone MALE kombatan semula dipersiapkan guna memperkuat perangkat tempur skuadron TNI-AU. Program pengembangan pesawat itu bahkan tercatat sebagai salah satu proyek strategis nasional pada Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 (Perpres 109/2020).
Untuk menggarap proyek itu, BPPT bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Len Industri, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Kementerian Pertahanan (Kemhan). Proyek itu ditargetkan rampung pada 2025.