Peleburan sejumlah lembaga riset ke dalam BRIN diprediksi akan mengorbankan hingga 1.600 peneliti non-PNS.
Narasi Institute dan sejumlah guru besar dan cendekiawan terkemuka yang bergabung dalam Aliansi Riset dan Kamajemukan Bangsa mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Isinya, meminta pemerintah mengembalikan lembaga-lembaga riset yang terintegrasi ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Aliansi Riset dan Kamajemukan Bangsa terdiri dari sejumlah guru besar dan akademisi lainnya, di antaranya Azyumardi Azra, Didin S. Damanhuri, Agus Pakpahan, Amien Soebandrio, Satryo Soemantri Brodjonegoro, Sofian Effendi (eks Rektor UGM dan Ketua KASN), Mayling Oey-Gardiner (Guru Besar UI), Franz Magnis Suseno, Lukman Hakim (mantan Ketua LIPI), Widi Agoes Pratikto (ITS), Hermanto Siregar (IPB), dan sebagainya.
Co-Founder Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, menyebut, peleburan lembaga-lembaga riset tersebut ternyata menimbulkan persoalan organisasi yang menghambat masa depan penelitian Indonesia. Selain itu, peleburan terbentur dengan aturan birokratisasi peneliti yang berujung pada tidak terekrutnya para peneliti terbaik di lembaga terdampak.
"Padahal, mereka adalah peneliti teruji yang berpendidikan S-3, S-2, dan S-1," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Alinea.id, Minggu (9/1).
Karena mereka bukan peneliti berstasus pegawai negeri sipil (PNS), sambung Achmad, maka hubungan kerjanya diakhiri. Ini seperti yang menimpa para peneliti Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dan Kapal Riset Baruna Jaya. "Di antara mereka bahkan ada yang telah mendapatkan penghargaan oleh negara."