Nasional

Soal pendanaan terorisme, swasta dan BUMN perlu diwaspadai

Dana CSR dinilai turut ‘melumasi’ gerakan radikal-intoleran.

Senin, 28 Desember 2020 19:33

Direktur Eksekutif Moderat Indonesia Islah Bahrawi menyebut jejaring pendanaan untuk kegiatan terorisme sudah banyak dipatahkan aparat keamanan, termasuk via kotak amal dan digital. Namun, jelas dia, keterlibatan perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pendanaan gerakan terorisme juga perlu diwaspadai.

“Yang jauh berbahaya (daripada kotak amal) adalah keterlibatan perusahaan besar, swasta, dan negara, yang dikutip dari CSR-nya (corporate social responsibility) untuk yang tidak secara langsung pada gerakan militer-nya (jejaring teroris), tetapi terlibat dalam gerakan untuk tataran doktrin. Nah, kita tidak boleh lengah,” tutur Islah dalam dalam diskusi Forum Alinea.id ‘Membajak Kedermawanan Rakyat; Eksistensi Kelompok Teror dan Penggalangan Pendanaan’, Senin, (28/12).

Selain dari kotak amal, pendanaan terorisme pun bisa dihimpun dari berbagai kejahatan. Misalnya, investasi bodong berkedok syariah yang kerap hanya ditilik sebagai kejahatan ekonomi.

“Ada pelumas dana yang lebih besar di negara kita. Kita tahu di berbagai lembaga kampus misalnya. Itu regenerasi mereka (kaum radikal-intoleran) luar biasa. Beranak pihak dan itu enggak mungkin enggak ada dananya. Nah, itulah yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi kita semua. Bahwa pendanaan bukan hanya sekadar kotak amal, bukan hanya sekadar yayasan-yayasan bodong,” ujar Islah.

Jadi, sambung dia, CSR hingga negara turut ‘melumasi’ gerakan radikal-intoleran di berbagai lembaga kampus. Disisi lain, lanjut Islah, juga ada aliran dana dari luar negeri. Biasanya berupa kegiatan kemanusiaan dan pendidikan, misalnya lembaga-lembaga pendidikan hingga beasiswa yang dibiayai Arab Saudi.

Manda Firmansyah Reporter
Fathor Rasi Editor

Tag Terkait

Berita Terkait