Narasi konservatif yang banyak muncul di media sosial umumnya terkait isu perempuan dan hubungan negara.
Dari 2009 hingga 2019, penggunaan tagar bersifat konservatif di ranah media menjadi paling poluler. Bahkan, tagar netral pun penggunanya kerap dikaitkan dengan paham keagamaan konservatif.
Hal itu berdasarkan riset Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang menemukan dominasi narasi paham konservatif di media sosial (medsos), yakni sebesar 67,2%. Disusul kemudian perbincangan diskursus keagamaan bersifat moderat (22,2%), liberal (6,1%), dan Islamis (4,5%).
“Narasi konservatif yang banyak muncul di media sosial umumnya terkait isu perempuan, hubungan negara, warga negara dan kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat, serta terkait amalan-amalan baik dan buruk,” ujar Koordinator riset Media and Religious Trend in Indonesia (MERIT) Iim Halimatusa’diyah dalam keterangan tertulis, Selasa (17/11).
Ia pun menyebut, dalam konstruksi gender, paham konservatif membangun pandangan subordinasi perempuan dan mengabaikan kesetaraan. Narasi terkait perempuan hanya berkutat pada peran di ranah domestik.
“Penelitian ini juga menunjukkan bahwa perempuan lebih rentan terhadap paparan fanatisme paham keagamaan dibandingkan laki-laki. Oleh karena itu, dominasi narasi konservatif di isu gender dan tingginya proporsi narasi konservatif di kalangan perempuan bisa melahirkan transmisi konservatisme antargenerasi,” ujar dosen FISIP UIN Jakarta ini.