UU 11/2019 mengamanatkan BRIN sebagai koordinator mengintegrasikan penelitian, bukan berperan pelaksana.
Berdasarkan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek), BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) diamanatkan untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, invensi, dan inovasi yang terintegrasi.
Istilah ‘terintegrasi’ dalam penjelasan UU tersebut diartikan mengarahkan dan mensinergikan perencanaan, program anggaran, dan sumber daya Iptek. Namun, ternyata dalam aturan turunan, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2021 tentang BRIN, kata ‘terintegrasi’ diartikan peleburan secara kelembagaan.
Perpres 33/2021 malah mengamanatkan peleburan lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK), seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ke BRIN.
Padahal, UU 11/2019 mengamanatkan BRIN sebagai koordinator untuk mengintegrasikan penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, invensi, dan inovasi yang tersektor-sektor. Bukan malah berperan sebagai pelaksana penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, invensi, dan inovasi, sebagaimana tertuang dalam Perpres 33/2021.
Menanggapi hal itu, Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti mengatakan, terdapat dua upaya hukum untuk meluruskan regulasi BRIN. Pertama, menempuh jalur advokasi kebijakan agar ada perubahan Perpres dengan konsultasi publik yang luas, dan memadai.