Indonesia di peringkat 88 dari 193 negara terkait penerapan e-government.
Survei e-Government Development Index (EDGI) yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2020 menempatkan Indonesia di peringkat 88 dari 193 negara. Posisi ini masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Salah satu faktornya adalah karena e-government atau sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) belum terintegrasi, ribuan data masih tersebar di pulau-pulau.
“Akibatnya apa? e-government nasional menjadi susah terwujud karena ada ribuan pusat data, ada ribuan aplikasi, dan database yang notabenenya akhirnya aplikasi dan database ini tersebar pada ribuan pusat data atau ruang server. Jadi, ketika mau disatukan menjadi satu pekerjaan yang sangat berat dan mungkin hampir mustahil untuk dilakukan,” ujar Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah, Bambang Dwi Anggono, via Youtube E-Government Indonesia pada Minggu (17/10).
Tantangan lainnya, jelas Bambang, masih banyaknya masyarakat yang belum belum aktif menggunakan layanan-layanan yang sudah disediakan pemerintah melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Kemudian, dari sisi dari Sumber Daya Manusia (SDM), terutama Aparatur Sipil Negara (ASN) dinilai masih kurang memadai dalam hal mengoperasionalkan e-government.
“Di internal sendiri, kita juga mengakui bahwa belum semua ASN, belum semua komponen personel yang ada dalam pemerintahan, mereka memahami soal IT, belum memahami soal teknis, bahkan awareness tentang security pun juga kadang-kadang masih belum merata, masih lemah. Sehingga risiko-risiko keterlambatan penyelenggaraan e-government, risiko keamanan informasi yang berasal dari dalam itu juga masih ada,” ungkap Bambang.
Untuk itu, Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan (LAIP) melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan pemerintah, instansi, dan beberapa lembaga lainnya berusaha untuk menciptakan satu aplikasi terpadu yang dapat digunakan oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja.
Pembuatan satu aplikasi atau layanan yang terintegrasi ini untuk memudahkan koordinasi dengan pihak terkait. Juga untuk mengurangi pembiayaan anggaran negara hingga triliunan rupiah.
Dengan berjalannya sistem e-government terpadu, diharapkan memberi peluang untuk mendorong dan mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka, partisipatif, inovatif dan akuntabel. Juga dapat meningkatkan kolaborasi antar instansi pemerintah dalam melaksanakan urusan dan tugas pemerintahan untuk meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan publik kepada masyarakat luas, serta menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk kolusi, korupsi dan nepotisme melalui penerapan sistem pengawasan dan pengaduan masyarakat berbasis elektronik.