Menurut BPS, perempuan di kawasan perdesaan yang mencapai pendidikan tingkat sarjana sebanyak 3,37% sementara untuk laki-laki mencapai 3,14%
Cita-cita Raden Ajeng Kartini yang berupa kesetaraan nilai atau martabat perempuan di samping laki-laki, yang digaungkan pada paruh kedua abad ke-19 itu, harus diakui telah mencapai target.
Fokus Kartini saat itu adalah pendidikan. Realitas yang dilihatnya adalah diskriminasi yang menyeruak, hanya anak laki-lakilah yang diberi akses ke dunia pendidikan.
Kartini pun menjeritkan suara hatinya itu lewat surat-surat yang dikirimkannya kepada sahabatnya, putri dari JH Abendanon di Belanda dan publik saat ini bisa membacanya dalam buku klasik Habis Gelap Terbitlah Terang.
Martabat manusia paling dasar diukur dari ketercerahannya dalam menjalani hidup. Namun, ukuran umum paling mudah ditemukan parameternya apakah seseorang itu sudah tercerahkan atau belum bisa dilihat seberapa memadai dia mengenyam pendidikan.
Tentu saja perlu disebutkan di sini bahwa martabat yang berhubungan dengan tingkat pendidikan adalah martabat sosial. Di poin inilah Kartini menaruh perhatian. Itu sebabnya dia ingin perempuan berpendidikan, terpelajar sejajar dengan laki-laki.