"[Teddy] dihukum berat, iya [sepakat]. Saya kira, dihukum 20 tahun sudah cukup berat. Kalau hukuman mati tidak layak."
Terdakwa peredaran narkoba, Teddy Minahasa, dinilai tidak layak dituntut pidana mati. Sebab, pembuktian jaksa penuntut umum (JPU) dinilai kurang meyakinkan dan eks Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) itu tak terlibat langsung dalam rantai peredaran sabu-sabu.
"Hukuman mati itu hukuman maksimal. Kalau di lihat, itu berarti perbuatan itu sudah sangat di luar kemanusiaan atau mengganggu publik," ucap pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul, saat dihubungi Alinea.id, Kamis (30/3).
"Kalau menurut saya, dalam kasus ini, tidak sampai begitu. Apalagi, pembuktian itu tidak begitu meyakinkan ini Teddy memang merupakan otak pemain. Nah, kalau dilihat dari jumlah, enggak seberapa dibanding kejahatan lainnya," sambungnya.
Chudry sepakat dengan berbagai pertimbangan yang memberatkan bagi Teddy yang disusun JPU dalam memformulasi tuntutannya. Namun, baginya, "Apa layak hukuman mati?"
"[Teddy] dihukum berat, iya [sepakat]. Saya kira, dihukum 20 tahun sudah cukup berat. Kalau hukuman mati tidak layak. Ini, kan, barang bukti [perdagangan narkoba] dari hasil penangkapan, bukan dia bukan importir, bukan rantai pasok," imbuhnya.