Sebagai bentuk penolakan pemilu, teroris JAD menyiapkan aksi amaliah atau pengeboman.
Dua terduga teroris dari jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) wilayah Bekasi, Jawa Barat, masing-masing berinisial EY dan DY menilai, pesta demokrasi pemilihan umum (pemilu) merupakan perbuatan syirik yang dilakukan secara besar-besaran.
Karena itu, pihaknya menolak kegiatan pemilu. Sebagai bentuk penolakan itu, kepada polisi keduanya menyatakan, berniat melancarkan aksi amaliah atau pengeboman pada aksi massa yang rencananya akan diadakan pada 22 Mei 2019 di Gedung KPU dalam rangka menolak hasil pemilu.
“Pesta demokrasi menurut saya adalah syirik akbar yang membatalkan keislaman,” kata salah satu tersangka berinisial DY dalam sebuah video yang ditayangkan Polri di Jakarta pada Jumat, (17/5).
DY menjelaskan, selama masa pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak penyelenggara, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), aparat keamanan yang mengamankan jalannya pemilu, dan peserta pemilu telah melakukan sebuah kesyirikan.
Karenanya, untuk memberangus tindakan yang syirik itu, dirinya beserta rekan-rekannya yang telah ditangkap tim Densus 88 telah menyiapkan bom dan remote kontrol untuk aksi amaliahnya. Apalagi, pada 22 Mei 2019 nanti ada rencana aksi people power. Hal tersebut, menurutnya, menjadi momentum yang tepat untuk melancarkan aksi.