Keluarga korban tragedi Kanjuruhan mengurungkan niatnya untuk menyetujui proses autopsi. Sempat diisukan karena adanya intervensi.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan memastikan polisi tidak melakukan intimidasi kepada keluarga korban terkait pembatalan autopsi. Pembatalan dilakukannya karena keluarga belakangan menganulir keputusannya.
Hal tersebut disampaikan anggota TGIPF, Irjen Armed Wijaya, usai meminta klarifikasi kepada Devi Athok atau ayah kandung dari dua korban jiwa Tragedi Kanjuruhan, Natasya (18) dan Nayla (13), di Desa Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur (Jatim).
"Kami tanyakan langsung pada keluarga korban terkait rencana autopsi karena keluarga korban sebelumnya sudah berjalan lancar, tahu-tahu ada pembatalan oleh keluarga. Isunya, bahwa pembatalan ada intervensi oleh anggota kepolisian. Kedatangan kami untuk klarifikasi, apakah betul ada intervensi. Kita gali info, ternyata info intervensi anggota itu tidak benar," tuturnya dalam keterangannya, Kamis (20/10).
Armed menuturkan, pihak keluarga, terutama sang ibu korban, mengurungkan niat untuk mengautopsi jenazah karena tidak tega.
"Bukan intervensi. Mungkin pada saat pembuatan konsep draf pembatalan, keluarga tidak paham sehingga ada anggota yang menuntun karena pembatalan itu juga hak keluarga," ucapnya. Devi sempat meneken surat pernyataan kesediaan ekshumasi dan autopsi pada 10 Oktober.