Pelaksanaan wewenang koordinasi, supervisi, dan pencegahan (korsupgah) KPK dengan pemerintah daerah (pemda) juga belum optimal.
Transparency International Indonesia (TII) mengidentifikasi empat persoalan yang menjadi pangkal minimnya pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sektor pencegahan.
Peneliti TII Alvin Nicola menyebut, faktor pertama terjadi pada belum optimalnya koordinasi supervisi KPK dengan aparat penegak hukum untuk mencegah praktik rasuah. Hal itu diyakininya dari penilaian proses penanganan perkara terpadu melalui teknologi informasi yang belum berjalan siginifikan.
"Klaim akan ada kolaborasi strategis antaraparat penegak hukum ternyata tidak terbukti," ujar Alvin Nicola dalam webinar bertajuk "Peluncuran Hasil Pemantauan Kinerja KPK Semester I (Desember 2019-Juni 2020)," yang digelar di akun Facebook TII, Kamis (25/6).
Selain itu, pelaksanaan wewenang koordinasi, supervisi, dan pencegahan (korsupgah) KPK dengan pemerintah daerah (pemda) juga belum optimal. Dijalankan sejak dua tahun lalu, tetapi angka korsupgah masih rendah.
Faktor kedua, tidak adanya inovasi strategi pencegahan potensi kerugian keuangan negara yang ditawarkan Ketua KPK Firli Bahuri. Hal itu diyakininya dengan melihat arah kebijakan umum pimpinan KPK.