UIN meyakini apabila mahasiswanya terpapar radikalisme, maka mudah terdeteksi oleh kampus dan dosen.
Univeristas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menolak mahasiswanya disebut paling banyak berpotensi terpapar radikalisme. Menurut survei Setara Institute, mahasiswa UIN berpotensi seperti itu karena memiliki tingkat konservatif dan fundamental yang tinggi. Survei itu dirilis pekan lalu.
UIN Jakarta menilai hasil penelitian Setara bukan sesuatu yang serius. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Amany Burhanuddin Umar Lubis mengatakan, penelitian tersebut tidak menggambarkan hal yang umum atau mewakili mahasiswa di kampusnya.
"Tujuan dari penelitian itu memang khusus untuk meneliti benih-benih radikalisme, memang tujuannya untuk itu. Maka yang dicari responden yang mereka pilih, dan itu tidak mencerminkan berapa persen dari mahasiswa UIN Jakarta," kata Amany kepada Alinea.id, Selasa (2/7).
Amany menjelaskan, mahasiswa UIN Syarif Hidyatullah Jakarta berjumlah 32.000 mahasiswa. Jika Setara Institute melakukan observasi atas isu radikalisme kepada 1.000 mahasiswa, Amany menegaskan jumlah tersebut tidak memenuhi syarat untuk melabeli mahasiswanya berpotensi terpapar radikalisme atau eksklusivisme.
Bagi Amany, pihaknya tidak ambil pusing atas hasil survei itu. Mahasiswa hinga dosen-dosen yang ada juga biasa saja dalam melihat hasil survei Setara Institute.