Sebaiknya menggunakan istilah ‘tanpa persetujuan’ terkait tindakan kekerasan seksual ditelaah ulang.
Universitas Airlangga (Unair) mendukung upaya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim dalam pencegahan dini tindak kekerasan seksual. Bahkan, mengklaim memberikan bantuan pendampingan dan pemulihan korban kekerasan seksual.
“Sesuai dengan nilai dasar yang menjadi acuan UNAIR yakni Excellence with Morality yang mengharuskan UNAIR selalu mengedepankan aspek moralitas dalam penyelenggaraan,” ujar Rektor Unair Mohammad Nasih dalam keterangan tertulis, Selasa (16/11) malam.
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud-Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi disebut memiliki misi yang sangat bijaksana dan mulia. Menurutnya, agar misi mulia tersebut dapat diterima secara luas, serta tidak menimbulkan polemik, kegaduhan, dan kontraproduktif, maka sebaiknya menggunakan istilah ‘tanpa persetujuan’ terkait tindakan kekerasan seksual ditelaah ulang.
“Kata tanpa persetujuan diidentifikasi merupakan terjemahan umum dan serta merta dari kata sexual consent. Tidak ada salahnya dan dipastikan tidak akan mengubah substansi Peraturan Menteri tersebut bila kata 'tanpa persetujuan' diubah dengan kata 'tanpa hak' yang lebih bernuansa sebagai bahasa hukum/peraturan yang memiliki konsep sui generis,” tutur Nasih.
Unair mengklaim telah melakukan berbagai upaya strategis dan taktis dalam mewujudkan pencegahan dan penanganan tindak kekerasan seksual. Unair sudah membentuk satuan tugas (satgas) dengan nama Help Center (HC) sejak 2011. Satgas ini sebagai unit yang berfungsi untuk menangani pelapor yang mengalami masalah terkait dengan kehidupan kampus, melalui pendampingan (counsellor) dan pemulihan.