Bahlil diduga meminta fee hingga miliaran rupiah kepada perusahaan tambang yang ingin izin operasionalnya dipulihkan.
Dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencabutan dan perpanjangan izin usaha pertambangan (IUP) yang menyeret nama Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mesti diusut tuntas. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta turun tangan menyelidiki dugaan penarikan fee hingga lebih dari Rp1 miliar kepada perusahaan yang izinnya bermasalah oleh Bahlil.
"Karena angkanya sudah di atas Rp1 miliar, itu sudah kewenangan KPK. KPK bisa bertindak sesuai laporan masyarakat. Itu KPK harus terjun pada lapis pertama, lapis kedua itu Polri dan kejaksaan," ujar Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional Muhammad Jamil kepada Alinea.id di Jakarta, Senin (4/3).
Laporan investigasi Majalah Tempo sebelumnya mengungkap indikasi permainan izin perusahaan tambang bermasalah oleh Bahlil. Selain meminta komisi hingga miliaran rupiah, Bahlil juga disebut-sebut sejumlah pengusaha meminta saham hingga kisaran 20-30% demi mengaktifkan kembali izin operasi tambang perusahaan milik mereka.
Selain sebagai menteri, Bahlil juga menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Percepatan Investasi sejak 2021. Sebagaimana isi Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 2022, satuan itu ditugasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendata dan mengevaluasi ganjalan-ganjalan investasi di pusat dan daerah.
Berbekal Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi, Bahlil seolah punya kewenangan untuk mengevaluasi izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) perusahaan-perusahaan tambang. Hingga akhir tahun lalu, sebanyak 2.078 izin tambang yang dicabut Bahlil.