Ada 9 poin yang berisiko melumpuhkan kinerja KPK dalam revisi UU KPK.
Pengamat hukum dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) Kopong Medan, menilai munculnya revisi Undang-Undang KPK, Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan DPR tidak serius dalam memberantas korupsi yang merupakan tindak pidana kejahatan luar biasa.
Dalam draf revisi UU KPK, ada 9 poin yang berisiko melumpuhkan kinerja KPK. Itu di antaranya independensi KPK yang terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR, sumber penyelidik dan penyidik yang dibatasi, penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.
Selanjutnya, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, dan kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN juga dipangkas.
“Jelas hal itu mengamputasi sejumlah kewenangan penting KPK dalam membongkar kasus-kasus korupsi. Revisi UU KPK menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dan DPR dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime),” kata Kopong di Kupang, NTT pada Jumat (6/9).
Mantan Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Undana Kupang itu mengatakan, apabila rencana revisi UU KPK disahkan, jelas akan membuat KPK tidak berdaya lagi dalam menghadapi gelombang korupsi yang terus menghantui bangsa Indonesia.