MRO, kemampuan sapras, dan SDM menjadi beberapa hal yang disoroti pengamat militer ISESS, Khairul Fahmi.
Pemerintah perlu memperhatikan beberapa hal menyusul adanya perjanjian kerja sama dengan Prancis dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista), khususnya 42 Rafale secara bertahap dan dua Scorpene.
Selain pembelian, pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menyatakan, pemerintah perlu memastikan pemeliharaan dan perawatan (maintenance, repair, and overhaul/MRO), kemampuan sarana prasarana (sapras), serta sumber daya manusia (SDM) pengelola alutsista.
"Penting untuk memastikan ketersediaan anggaran yang memadai dan kedisiplinan pengelola dalam hal itu, termasuk juga kedisiplinan pengelolaan dalam hal itu penting untuk dipastikan dengan baik," ujarnya kepada Alinea.id, Jumat (11/2).
Sebab, ungkapnya, potensi kefatalan yang mengakibatkan kerugian dan korban jiwa akan selalu membayangi apabila ketersediaan anggaran yang memadai dan kedisiplinan dan pembinaan kemampuan terabaikan. "Itu dapat terjadi [meskipun] secanggih apa pun, sebaru apapun alat utama sistem persenjataan yang digunakan."
Khairul pun mengingatkan pemerintah untuk mewujudkan target industri pertahanan yang kuat dan kemandirian alutsista pada masa depan. Hal ini perlu direalisasikan agar Indonesia tidak bergantung dengan negara tertentu dalam pemenuhan kebutuhan alutsista.