“Saya warga Jakarta yang enggak dianggap sama pemerintah.”
Sore itu, bisa jadi momen terakhir bagi Subuh menikmati sate kambing yang dibuatnya sendiri, hasil jatah daging kurban dari masjid setempat. Esok hari, ia berencana meninggalkan Jakarta menuju kampung halaman istinya di Pemalang, Jawa Tengah. Di sana, ia bakal menjalani kehidupan baru sebagai buruh tani.
Pria berusia 65 tahun yang berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah tersebut sudah tinggal di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat sejak awal 1970-an, pindah berkala dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan lain. Sehari-hari, ia menggantungkan hidup sebagai buruh serabutan.
“Apa saja saya kerjain,” katanya kepada reporter Alinea.id, Minggu (10/7).
Morat-marit di lingkungan kumuh
Subuh mengaku sudah tak sanggup lagi hidup di Jakarta. Ia merasa kelimpungan memenuhi kebutuhan sehari-hari, seiring naiknya harga bahan pokok. Ia pun kesulitan membayar sewa kontrakan rumah di gang sempit di Jalan Jati Bunder, Tanah Abang. Apalagi mengirim uang ke keluarganya di kampung.