Seorang presiden tidak boleh hanya berbicara pada tataran normatif dalam rangka pemberantasan korupsi.
Pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan dengan cara biasa. Diperlukan terobosan kebijakan dan langkah politik serius, terutama dari presiden sebagai pucuk pimpinan pemerintahan.
Ketua Tim Hukum Nasional (THN) Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Ari Yusuf Amir berpendapat, kehendak politik (political will) dari seorang presiden menjadi krusial agar pemberantasan korupsi lebih akseleratif. Anies dan Muhaimin sendiri, menurut Ari, memastikan akan menjadi panglima terdepan dalam pemberantasan korupsi.
“Itulah yang menjadi komitmen pasangan AMIN jika kelak diamanahi menjadi pemimpin negeri ini,” ujar Ari dalam diskusi “Mau Dibawa ke Mana Pemberantasan Korupsi Kita: Membedah Visi Misi Capres”, di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa (13/12). Diskusi digelar oleh Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi (GAK LPT). Mereka mengundang perwakilan tiga paslon capres-cawapres. Namun hanya paslon AMIN dan Ganjar-Mahfud yang hadir memenuhi undangan.
Menurut Ari, seorang presiden tidak boleh hanya berbicara pada tataran normatif dalam rangka pemberantasan korupsi. Lebih jauh, seorang presiden harus bisa memobilisasi seluruh kekuatan sosio-politiknya untuk memerangi korupsi.
“Sebab perang melawan korupsi sangat krusial, apalagi pemberantasan korupsi, dan juga kolusi serta nepotisme, adalah salah satu amanat Reformasi 1998 yang kini belum tuntas,” tegas Ari.