Dua dasawarsa berlalu, bagaimana kita memitigasi bencana tsunami?
Pada Minggu pagi, 26 Desember 2004, gempa bumi 9,1 skala Richter di lepas pantai barat Aceh. Gempa itu memicu tsunami besar, yang menghancurkan provinsi itu. Imbas gempa dan tsunami itu memengaruhi garis pantai di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika. Lebih dari 227.000 orang tewas. Di Aceh, sekitar 167.000 orang menjadi korban.
Di mana saja wilayah yang berisiko tsunami?
National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menyebut, tsunami bisa terjadi di semua samudera di dunia, laut pedalaman, dan perairan yang luas. Wilayah yang berpotensi tersapu tsunami, menurut NOAA, antara lain 78% Samudera Pasifik (sekitar cincin api yang aktif secara geologis), 9% Samudera Atlantik dan Laut Karibia, 6% Laut Mediterania, 5% Samudera Hindia, dan 1% laut lainnya.
Persentase tertinggi tsunami terjadi di lepas pantai Jepang (20%), Rusia (8%), dan Indonesia (8%). Tsunami jauh yang paling signifikan sejak 1900 berasal dari Alaska, Chili, Jepang, Pakistan, Rusia, dan Indonesia.
Menurut peneliti dari Kelompok Penelitian Geofisika Global Institut Teknologi Bandung (ITB) Zulfakriza. Z dalam tulisannya di The Conversation, Indonesia rawan bencana karena terletak di zona tektonik aktif, tempat bertemunya empat lempeng utama, yakni Indo-Australia, Eurasia, Pasifik, dan Filipina, yang mengalami pergerakan konvergensi.