Menurut laporan tersebut, jaringan kriminal ini diuntungkan oleh dinamika kompleks antara kepentingan militer Myanmar dan Tiongkok.
Institut Perdamaian AS menyoroti kebangkitan kembali pusat-pusat penipuan (scam), khususnya di Negara Bagian Karen di Myanmar. Dalam laporan terbarunya itu, lembaga tersebut menemukan bahwa maraknya pusat penipuan itu disebut imbas dari sikap lunak Tiongkok terhadap rezim militer negara itu.
Posisi Tiongkok telah berubah, kata Jason Tower, salah satu penulis laporan dan direktur negara untuk Burma di lembaga tersebut.
"Mereka sekarang jauh lebih fokus pada kelangsungan hidup rezim, melihat bagaimana mereka dapat mencegah rezim [Myanmar] jatuh," kata Tower kepada VOA Burmese. "Akibatnya, Tiongkok tidak terlalu berminat untuk mengambil tindakan tegas guna menekan militer Myanmar agar mengatasi masalah ini."
Menurut laporan tersebut, jaringan kriminal ini diuntungkan oleh dinamika kompleks antara kepentingan militer Myanmar dan Tiongkok. Fokus Tiongkok telah bergeser dari menindak penipuan menjadi mendukung militer Myanmar. Perubahan strategi ini telah memungkinkan organisasi kriminal berkembang pesat, dengan menggunakan Myanmar sebagai basis operasi.
Seperti dilaporkan VOA, media tersebut sempat menghubungi Kedutaan Besar Tiongkok di Washington tentang masalah tersebut, namun pernyataan yang diberikan tidak secara langsung membahas operasi penipuan siber. Sebaliknya, hal itu menekankan fokus Tiongkok pada perdamaian dan stabilitas di Myanmar.