Banyak warga Israel menyerukan gencatan senjata untuk membebaskan para tawanan di Gaza.
Beberapa analis mengatakan bahwa pembunuhan kepala politik Hamas Ismail Haniyeh pada hari Rabu berisiko menyebabkan wilayah tersebut terjerumus ke dalam konflik yang lebih luas dan dapat membantu atau merusak prospek kesepakatan gencatan senjata untuk mengakhiri perang Israel di Gaza.
Haniyeh terbunuh saat menghadiri pelantikan Presiden Iran yang reformis Masoud Pezeshkian di ibu kota Iran, Teheran. Hamas menyalahkan pembunuhan itu pada Israel, dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Haniyeh terbunuh dalam "serangan berbahaya Zionis di kediamannya di Teheran". Tidak ada komentar langsung dari Israel.
Serangan itu terjadi beberapa jam setelah Israel menyerang sebuah gedung pada Selasa malam di Dahiya, lingkungan ramai di ibu kota Lebanon, Beirut, yang menewaskan Fuad Shukr, seorang komandan tinggi dari kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah. Serangan di Beirut itu terjadi tiga hari setelah sebuah serangan menewaskan 12 anak Druze di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, yang oleh Israel dituduhkan dilakukan oleh Hizbullah, meskipun kelompok itu menyangkal bertanggung jawab.
Risiko eskalasi lebih lanjut
Pembunuhan Haniyeh dan Shukr akan mendorong Iran dan Hizbullah untuk menanggapi dengan hati-hati guna menghindari konflik regional yang lebih besar. Para diplomat dari Amerika Serikat dan Uni Eropa dilaporkan sedang berunding dengan mitra regional mereka, mencoba mencegah krisis semakin memburuk. Upaya Uni Eropa diyakini difokuskan pada Iran, yang para pemimpinnya telah bersumpah untuk melakukan "balas dendam yang keras" terhadap Israel, yang mereka salahkan atas pembunuhan Haniyeh di Teheran.
Namun, setiap pembalasan – bahkan jika terukur – meningkatkan kemungkinan eskalasi lebih lanjut, kata analis regional. Para ahli tidak yakin bagaimana Hamas, yang memerintah Gaza, akan – atau dapat – menanggapi, mengingat mereka telah berjibaku dalam perang selama 10 bulan dengan Israel.