Kecelakaan bisa disebabkan perusahaan angkutan abai terhadap kondisi kesehatan sopir.
Kecelakaan beruntun yang melibatkan truk tangki dan beberapa pengguna jalan terjadi di Jalan Plumpang Semper, Koja, Jakarta Utara pada Rabu (4/9) sore. Akibatnya, lima orang tewas dan tujuh lainnya luka-luka. Diduga, kecelakaan itu terjadi karena sopir truk tangki mengalami serangan jantung di tengah kondisi mobil masih berjalan.
Kemudian pada Jumat (6/9), seorang sopir bus Primajasa bernama Tami HR, 46 tahun, meninggal dunia saat sedang mengemudikan kendaraannya di Tol Cipali arah Jakarta kilometer 100+600, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Sopir itu berada di belakang kemudi, sedangkan bus berhenti di pinggir jalan. Diduga, sang sopir mengalami serangan jantung.
Menurut Direktur Utama PT. Lookman Djaja Logistics—sebuah perusahaan ekspedisi angkutan darat yang menggunakan truk sebagai sarana utama pengiriman—Kyatmaja Lookman, untuk mengurangi risiko sopir mengalami kecelakaan di jalan akibat tak dalam kondisi prima atau sakit, perusahaan angkutan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan (SMK) sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 85 Tahun 2018 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum.
“Jika perusahaan-perusahaan ini mengimplementasikan SMK (sistem manajemen keselamatan) dengan melakukan cek kesehatan pengemudi, kejadian seperti di atas mungkin bisa dihindari,” ucap Kyatmaja kepada Alinea.id, Selasa (10/9).
Sayangnya, baru sekitar 160 dari 10.000-an perusahaan angkutan umum yang ada di Indonesia yang menerapkan SMK secara benar. Sebab, kata dia, belum semua perusahaan angkutan umum dikelola profesional.