DPR periode 2019-2024 dinilai gagal menjadi pengawas pemerintah terhadap keadilan agraria.
Sebanyak 580 anggota DPR periode 2024-2029 dilantik pada Selasa (1/10) di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta. Hal itu menandakan berakhirnya kinerja DPR periode 2019-2024.
Namun, kinerja DPR sebelumnya dinilai cenderung hanya sekadar “tukang stempel” penguasa, yang memperburuk masalah reforma agraria. Saat peringatan Hari Tani Nasional (HTN), Selasa (24/9), aliansi Gerakan Rakyat Lawan Perampasan Tanah (Geram Tanah) menyampaikan 18 bentuk kejahatan terhadap reforma agraria di Indonesia.
Pertama, pemerintah dinilai membohongi publik dengan klaim menjalankan reforma agraria seluas 9 juta hektare. Namun, kenyataannya hanya berupa sertifikasi tanah, tanpa redistribusi nyata.
Kedua, pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi dinilai melanggar Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan melawan Putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang pemberian hak guna usaha (HGU) selama 90 tahun dan hak guna bangunan (HGB) selama 80 tahun.
Ketiga, perampasan tanah menggunakan label proyek strategis nasional untuk membangun berbagai infrastruktur, energi, dan pangan yang berdampak pada perampasan tanah rakyat. Keempat, membiarkan kejahatan penelantaran tanah yang dilakukan perusahaan.