Kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan, membuka tabir tambang ilegal di Sumatera Barat.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat bersama perwakilan tokoh adat di Nagari Lubuk Aluang dan Eksekutif Nasional Walhi, melaporkan aktivitas tambang ilegal yang diduga dilindungi pejabat kepolisian kepada Komisi Kepolisian Nasional pada Rabu (18/12).
Laporan kepada Kompolnas itu berangkat dari kasus polisi tembak polisi yang terjadi di Solok Selatan, Sumatera Barat, serta aktivitas pertambangan pasir dan batu ilegal yang masih dan sistematis di Nagari Lubuk Aluang dan Balah Hilia, Kabupaten Padang Pariaman.
Direktur Walhi Sumatera Barat, Wengki Purwanto mengatakan, dari sidang etik tersangka penembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan Ryanto Ulil Anshar, yakni Kabag Ops Polres Solok Selatan Dadang Iskandar pada 26 November 2024, terungkap Kapolres Solok Selatan diduga menerima aliran dana dari aktivitas pertambangan ilegal di Kabupaten Solok Selatan sebesar Rp600 juta per bulan sejak menjabat. Jika dikalkulasi, total aliran dana yang diterima sebesar Rp16,2 miliar selama 27 bulan menjabat.
Wengki menilai, kasus polisi membekingi aktivitas tambang ilegal ibarat “raksasa kentut”, semua orang tahu siapa yang berbuat. Namun, tak ada yang berani mengungkapkan, apalagi mengusutnya.
Oleh karena itu, untuk membuktikannya, Wengki mendorong Kapolri membentuk tim khusus untuk mengusut indikasi pejabat utama Polri di Polda Sumatera Barat menerima aliran dana dari tambang ilegal.