Pelaporan LHKPN harus diwajibkan. Pejabat yang tak patuh perlu disanksi berat.
Dari total 418.431 orang, sebanyak 108.869 penyelenggara negara belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) hingga 6 Maret 2025. Menurut catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga kini baru 309.562 orang atau 74% penyelenggara negara yang sudah menyetor berkas LHKPN.
Dari 108.869 penyelenggara negara yang belum melaporkan LHKPN, paling banyak berasal dari lembaga eksekutif, yakni 81.344 dari total 333.734 pejabat. Disusul pejabat BUMN/BUMD sejumlah 17.957 dari 45.899 orang, pejabat legislatif sebanyak 9.104 dari 20.752 orang, dan pejabat yudikatif sejumlah 464 orang dari total 18.046 orang.
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riewanto menilai wajar jika masih banyak pejabat yang tak patuh melaporkan LHKPN. Regulasi terkait LHKPN, semisal Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Bebas KKN dan UU KPK, tidak mewajibkan pelaporan LHKPN.
"LHKPN itu sukarela sifatnya. Hal ini yang membuat banyak penyelenggara negara tidak mau melapor LHKPN, karena ini dianggap opsional dan tidak ada sanksinya," kata Agus kepada Alinea.id, Jumat (7/3).
Selain kedua UU itu, LHKPN juga diatur dalam Keputusan KPK Nomor 7 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pendaftaran Pemeriksaan dan Pengumuman LHKPN. Menurut Agus, laporan LHKPN sangat penting dalam mencegah perilaku korupsi di lingkup pejabat penyelenggara negara.
"Sesungguhnya korupsi itu tidak terjadi kalau pencegahan kuat. Kalau pencegahan enggak berjalan, dalam bentuk laporan LHKPN, maka potensi korupsi itu tinggi," kata Agus.