Setelah kalah dari Jepang, Shin Tae-yong terang-terangan mengungkit gagalnya Ragnar Oratmangoen mengonversi peluang emas.
Sejak kekalahan dari China, suara-suara ketidakpuasan terhadap Shin Ta-yong mulai muncul ke permukaan terutama di media sosial. Dengan kekalahan Indonesia dari Jepang di SUGBK, situasi tampaknya akan lebih sulit bagi pelatih asal Korea Itu. Padahal, nyaris seluruh pandit sepakbola di negeri ini sepakat bahwa kekalahan dari Jepang adalah 'calculated loss'. Publik sepak bola Indonesia pun hanya melihat kemenangan adalah keajaiban, bukan kewajiban.
Di laga penyisihan Grup C kualifikasi zona Asia Piala Dunia 2026 Jumat malam, Indonesia harus mengakui superioritas Jepang. Samurai Biru, mencetak gol-gol mudah ke gawang Maarten Paes. Indonesia pun takluk 4-0.
Untuk mencapai target tiga atau empat besar, seperti yang dicanangkan Ketua Umum PSSI Erick Thohir, kekalahan dari Jepang sebenarnya hanya kerugian psikologis, bukan matematis.
Indonesia memang tidak memasukan poin dari Jepang ke dalam kalkulasi. Siapa pun pasti sepakat dengan skenario ini. Sebab itu, menghadapi ranking 15 dunia ini, diksi yang dipakai adalah 'mencuri poin'.
Kekalahan, bagaimana pun telah diprediksi, tetap menyakitkan. Terutama karena skornya yang terlalu mencolok. Harapan agar Indonesia bisa tampil kompetitif ketika menghadapi Raksasa Asia, ternyata tidak bisa diwujudkan Shin Tae-yong dan pasukannya. Hasil seri tidak dapat diraih, kalah tipis pun ternyata adalah hasil mahal yang tidak mampu ditebus.