“Apa pun maksud dan tujuan DPR, terlihat putusan (langkah) ini menaikkan suhu politik Indonesia.”
Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti mengingatkan pemerintah dan DPR untuk tunduk pada konstitusi, terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik dalam mengusung pasangan calon kepala daerah dan putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang batas usia minimal calon kepala daerah berusia 30 tahun terhitung sejak pendaftaran.
Jika tidak, kata dia, maka MK bisa menganulir ataupun mengoreksi konstestan pilkada yang bakal berlaga. Menurut dia, MK berkaca pada putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023—yang membuat putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka lolos menjadi calon wakil presiden—para hakim konstitusi tak mau kecolongan. Putusan MK, terutama nomor 60/2024 juga memperbaiki hiruk-pikuk politik.
Namun, menurut Ikrar, Presiden Jokowi dan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang terdiri dari 12 partai politik, tak ingin terganggu dengan PDI-P yang menjadi oposisi tunggal.
“Ini bukan cuma meniadakan hak konstitusional partai politik, tapi juga menihilkan kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin daerahnya,” ujar Ikrar kepada Alinea.id, Rabu (21/8).
Selain itu, Ikrar mengingatkan, bila pemerintah dan DPR tetap kukuh mengabaikan konstitusi dengan merevisi UU Pilkada dan menambahkan narasi yang semakin mempersempit ruang gerak PDI-P serta partai politik kecil lainnya, tak ada bedanya dengan Orde Baru.