Selain Pegi, ada beberapa kasus salah tangkap yang berakhir dengan ganti rugi.
Setelah hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Bandung Eman Sulaeman mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan—yang disangkakan sebagai pembunuh Vina dan Rizky di Cirebon pada 2016—beberapa waktu lalu, ada peluang menuntut ganti rugi kepada Polda Jawa Barat. Salah seorang kuasa hukum Pegi, Toni RM, mengatakan pihaknya bakal menuntut ganti rugi sebesar Rp175 juta.
“Dari dua sepeda motor yang ditahan Polda Jabar dengan ditambah penghasilan setiap bulan Rp5 juta sebagai kuli bangunan yang terhenti selama tiga bulan,” kata Toni di Bandung, seperti dikutip dari Antara, Senin (8/7).
Toni mengatakan, selama ditahan, Pegi kehilangan penghasilan dan pekerjaan yang menjadi tumpuan hidup keluarganya. Selain itu, ia menyebut, keluarga Pegi merasa malu dengan penetapan tersangka.
Ada beberapa dasar hukum ganti rugi bagi korban atas kesalahan penyidik alias salah tangkap. Pertama, Pasal 1 ayat (23) KUHAP soal ganti rugi yang merupakan hak seseorang mendapat pemenuhan atas tuntutan, berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang.
Lalu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 92 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan KUHAP. Di dalam pasal 9 aturan itu disebutkan, besaran ganti rugi korban salah tangkap atau peradilan sesat paling sedikit Rp500.000 dan paling banyak Rp1.000.000.