UU TPKS, UU PKDRT, dan UU TPPO perlu disinkronisasi ke dalam KUHAP.
Perlindungan hak bagi perempuan yang berurusan dengan hukum, baik sebagai korban maupun tersangka, memerlukan standar yang mesti diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pangkalnya, perangkat hukum perlindungan perempuan, seperti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tetang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) memerlukan sinkronisasi dalam KUHAP.
“Mengingat semakin berkembangnya hukum acara khusus, seperti dalam UU TPKS, UU PKDRT, dan UU TPPO yang membutuhkan sinkronisasi dan harmonisasi untuk perlindungan dan hak-hak korban,” kata anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Siti Aminah Tardi kepada Alinea.id, Senin (2/12).
Komisi III DPR sendiri tengah memulai pembahasan mengenai KUHAP yang baru bersama Badan Keahlian DPR. Rencananya, revisi KUHAP yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Priortas 2025 itu selesai pembahasannya satu tahun ke depan.
Aminah berpendapat, KUHAP yang sekarang belum ada ketentuan jaminan hak korban kekerasan terhadap perempuan yang harus dipatuhi aparat penegak hukum. Misalnya, memberikan layanan keadilan dan pemulihan bagi korban, dengan memperhatikan kerentanan perempuan yang berhadapan dengan hukum.