Kebijakan kerja paruh waktu di ITB bagi mahasiswa penerima beasiswa menimbulkan kontroversi.
Dalam akun Instagram-nya, Kabinet Keluarga Mahasiswa (KM) Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan, poin tuntutan dalam kontrak berisi meminta kewajiban kerja paruh waktu (part time) di kampus bagi mahasiswa penerima keringanan uang kuliah tunggal (UKT) diubah menjadi sukarela disetujui pihak rektorat.
Kontrak itu ditandai dengan stempel resmi ITB dan tanda tangan pihak rektorat di atas materai pada Jumat (28/9). Sebelumnya, hingga Kamis (26/9), ratusan mahasiswa ITB berunjuk rasa menuntut kebijakan kewajiban kerja paruh waktu bagi penerima keringanan UKT dicabut. Sebab, dianggap terdapat unsur pemaksaan dan dinilai bentuk imbalan dari keringanan UKT.
Polemik itu bermula ketika pada Selasa (24/9) beredar surat elektronik pengumuman dari Direktorak Pendidikan ITB kepada mahasiswa penerima dan calon penerima pengurangan UKT diwajibkan melakukan kerja paruh waktu untuk ITB.
Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, kebijakan ini menunjukkan orientasi kampus yang mengarah ke komersialisasi pendidikan. Padahal, beasiswa adalah hak yang harus diperoleh mahasiswa.
Kebijakan tersebut, lanjut Ubaid, seakan membuat mahasiswa harus melakukan balas budi atas beasiswa, dengan bersedia bekerja paruh waktu di kampus. Kebijakan itu, menurutnya, berbanding terbalik dengan Pasal 31 UUD 1945, yang mewajibkan negara menyediakan pembiayaan pendidikan dan bertanggung jawab untuk menyejahterakan masyarakat.