Dalam lima tahun terakhir, ada lebih dari dua ratus kasus pelanggaran hukum yang pelakunya personel TNI.
Kasus-kasus pelanggaran hukum oleh personel TNI terus berulang. Maret lalu, tiga anggota Polres Way Kanan, Lampung, tewas ditembak dua prajurit TNI saat menggerebek lokasi sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan.
Beberapa bulan sebelumnya, muncul kasus penembakan bos rental mobil CV Makmur Raya, Ilyas Abdurrahman oleh seorang personel TNI AL. Ilyas diberondong peluru saat cek-cok dengan para pelaku di rest area tol Tangerang-Merak. Ketika itu, Ilyas sedang "mengejar" mobil rental yang diduga bakal dilarikan pelaku.
Kasus yang paling fenomenal terjadi lebih dari satu dekade lalu, yakni kasus penyerangan Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman, oleh 12 anggota Kopassus Grup 2, Kandang Menjangan. Bersenjatakan laras panjang, para personel Kopassus menerobos lapas untuk memburu pembunuh rekan mereka yang diamankan polisi di lapas itu.
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mencatat terdapat 338 kasus kekerasan yang melibatkan anggota TNI sepanjang 2018-2022. Kejahatannya beragam, mulai dari penganiayaan, penyiksaan, hingga penembakan. Meskipun masuk dalam kategori pidana umum, mayoritas kasus disidang di peradilan militer.
PBHI dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat lainnya mendorong agar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer direvisi demi meminimalisasi budaya impunitas terhadap kejahatan yang dilakukan oleh kalangan militer. Dengan begitu, kasus-kasus personel TNI terlibat pidana umum bisa disidangkan di peradilan sipil.