Senjata kejut listrik bisa jadi opsi untuk menggantikan senjata api di kepolisian.
Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah akhirnya menjatuhkan putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Aipda Robig Zaenudin (RZ). Robiq divonis melanggar aturan karena menembak mati siswa sebuah sekolah menengah kejuruan (SMK) berinisial GRO di Semarang, Jawa Tengah, Senin (9/12) lalu.
GRO ditembak saat terlibat tawuran. Nahasnya, Aipda Robiq bukan berasal dari unit Sabhara yang salah satu tugasnya mengurusi tawuran, tetapi berasal Satres Narkoba Polrestabes Semarang yang kebetulan melintas di lokasi tawuran.
Maret lalu, penggunaan senjata api yang brutal oleh aparat polisi juga menelan korban jiwa. Ketika itu, polisi menembak mati seorang terduga begal bernama Romadon di Desa Badak, Lampung Timur, Provinsi Lampung. Sadisnya, Romadon dieksekusi di depan kedua orang tua, anak, dan istrinya.
Setidaknya ada lima personel Polda Lampung yang diduga terlibat dalam kasus penembakan Romadon. Kelimanya kini tengah menanti keputusan setelah kepolisian menggelar sidang etik. Bukan tidak mungkin kasus itu masuk ke meja hijau lantaran keluarga korban sudah melapor ke Kompolnas.
Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Muhammad Rezaldi menilai rentetan penyalahgunaan senjata api oleh polisi hingga berujung maut semestinya tak sekadar disanksi etik.