Mantan wakil presiden Jusuf Kalla mengkritik Kurikulum Merdeka.
Dalam acara peluncuran dan bedah buku Menegakkan Amanat Konstitusi Pendidikan yang ditulis anggota DPR Dede Yusuf di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (10/10), mantan wakil presiden Jusuf Kalla atau JK menyindir sistem pendidikan Merdeka Belajar yang dijalankan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim. Menurut JK, Merdeka Belajar tak dapat dipraktikkan secara nasional dan cuma bisa diterapkan pada kalangan terbatas.
Dia pun mengatakan, sistem reward and punishment masih sangat relevan diterapkan pada sistem pendidikan. Terlebih, saat ini dunia sangat kompetitif.
Sebelumnya, dalam acara diskusi “Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan” di sebuah hotel di Jakarta Selatan, Sabtu (9/9) wakil presiden ke-10 dan ke-12 itu mengkritik soal Kurikulum Merdeka yang penerapannya dinilai belum tepat dilakukan terhadap siswa di Indonesia. Menurut dia, konsep itu dapat membuat siswa semakin malas belajar.
JK pun mempertanyakan efektivitas semua sekolah bila beralih ke Kurikulum Merdeka. Dia melihat, pola belajar siswa di Indonesia masih konservatif, sehingga JK menyarankan untuk tak asal menuruti sistem pendidikan di luar negeri.
Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal supaya peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Sedangkan guru punya keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar, sehingga pembelajaran bisa disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat siswa. Inti dari Kurikulum Merdeka adalah Merdeka Belajar.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai, kekecewaan terhadap penerapan Kurikulum Merdeka tidak tepat sepenuhnya ditujukan kepada Nadiem. Sebab, kata dia, tidak ada visi-misi menteri, yang ada visi-misi presiden.