Banjir rob di Jakarta Utara kerap terjadi, tapi minim solusi.
Pekan lalu, beberapa titik di Jakarta Utara, seperti Muara Angke, Pelabuhan Sunda Kelapa, kawasan Ancol, Jalan RE Martadinata, Kapuk Muara, dan Pluit terendam banjir pesisir atau rob. Air menggenangi permukiman dan jalan. Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah mengeluarkan peringatan dini banjir rob pada 11 hingga 20 Desember 2024.
Penjabat (Pj.) Gubernur Provinsi DKI Jakarta Teguh Setyabudi mengatakan, salah satu penyebab utama terjadinya banjir rob di Jakarta Utara karena proyek pembangunan tanggul pantai yang dirancang untuk menahan masuknya air laut ke daratan belum tuntas. Total 39 kilometer tanggul yang direncanakan untuk dibangun, tetapi proyek itu baru terealisasi sepanjang 22,9 kilometer. Banjir rob sendiri terjadi lantaran fenomena pasang maksimum air laut bersamaan dengan fase bulan baru.
Namun, ahli kebencanaan dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno ada penyebab lain parahnya banjir rob di Jakarta Utara, yakni permukaan tanah yang terus turun. Kondisi ini sudah menjadi masalah lama—bahkan sejak zaman kolonial Belanda—yang belum ada solusi konkretnya. Untuk menghadapi tantangan banjir rob di pesisir Jakarta, Eko menyebut, perlu upaya pencegahan, mitigasi, dan adaptasi.
Pencegahan, menurut dia, bisa mengatasi penurunan permukaan tanah dengan menghentikan penggunaan air tanah, membaut banyak embung, dan mengisi pori amblasan agar tidak meningkat di titik maksimal. Pengambilan air tanah yang masih oleh gedung-gedung dan perhotelan, kata dia, mesti dihentikan.
“Seperti kita ketahui, bendungan dan tanggul yang statis itu merupakan sebuah kewajaran. Sementara di sisi lain, amblasan itu tidak merata, sehingga akan muncul retakan-retakan di titik yang amblasan itu,” ujar Eko kepada Alinea.id, Senin (23/12).