Setalah harapan yang diinginkan pada aksi 212 setahun silam terwujud, urgensi reuni simpatisan 212 pun dipertanyakan.
2 Desember, tahun lalu, ratusan ribu umat Islam berkumpul di Monumen Nasional (Monas) untuk mengikuti doa bersama dalam aksi bertajuk 212. Kegiatan yang dimotori oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) itu ditujukan agar Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dihukum setelah melakukan penodaan agama sekaligus seruan untuk memilih pemimpin seiman dalam Pilgub DKI Jakarta.
Setahun berselang, kelompok yang menamakan diri alumnus 212 pun berniat mengadakan reuni. Urgensi aksi itu dipertanyakan, terutama setelah Ahok telah divonis 2 tahun penjara dan Anies Baswedan telah memenangkan pertarungan Gubernur DKI Jakarta.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, menilai reuni 212 yang akan digelar di Silang Monas, tidak perlu dilakukan. Apalagi, aksi 212 adalah gerakan spontanitas yang merespons kondisi waktu itu. Bahkan, ia mengaggap pertemuan itu hanya menghabiskan energi bangsa.
“Yah gak perlu memang menghabiskan energi kita sebagai bangsa," terang Wiranto seperti dikutip dari Antara, Kamis (30/11).
Sementara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengingatkan agar tidak ada upaya untuk mengarusutamakan agama dalam percaturan politik praktis, apalagi menjadikan agama sebagai tunggangan politik jelang tahun politik, 2018 mendatang.
"Betapa rendah kedudukan agama bila dijadikan aspirasi politik hanya untuk menangguk keuntungan politik elektoral lima tahunan. Apalagi untuk dikonversi dengan perolehan suara dalam politik elektoral," terang Ketua PBNU Robikin Emhas.