LP3ES menyoroti kebebasan sipil dalam kaitan dengan peretasan akun medsos milik pakar hukum Bivitri Susanti.
Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto menilai, demokrasi Indonesia telah mengalami kemunduran sangat serius, salah satunya represi kebebasan sipil. Hal itu diungkap Wijayanto dalam kaitannya dengan akun WhatsApp dan Instagram milik aktivis perempuan sekaligus pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti yang mengalami peretasan.
"Dia (Bivitri) adalah salah satu aktivis yang konsisten membicarakan hilangnya demos dalam demokrasi kita. Tidak adanya warga negara dalam kebijakan-kebijakan politik. Peretasan yang sama juga dialami oleh para mahasiswa yang demo penolakan perpanjangan masa jabatan presiden minggu lalu," Wijayanto dalam keterangannya, Jumat (22/4).
Menurut Wijayanto, peretasan akun media sosial yang dialami Bivitri mengingatkan kembali pada studi LP3ES tentang peristiwa cyberterrorism pada 2019. Hal tersebut dialami oleh akademisi antikorupsi, yang tersebar pada 34 universitas di Indonesia lantaran mengeluarkan petisi penolakan Revisi UU KPK.
"Mereka yang akhirnya terhimpun dalam WA (WhatsApp) ini pun mendapatkan peretasan telepon genggam dan media sosial. Represi digital terjadi dan terus-menerus, termasuk pada kawan-kawan mahasiswa, media, dan aktivis lainnya," ujar dia.
Oleh karena itu, Wijayanto mengatakan, pihaknya meminta negara untuk mengusut secara tuntas atas peretasan terhadap akademisi dari 2019 hingga apa yang dialami Bivitri. Selain itu, meminta negara untuk komitmen agar melindungi kebebasan berpendapat.