"Saya melihat perubahan UUD dengan isu PPHN ini adalah pintu yang akan membuka ruang berbagai masalah," ucap Feri.
Gagasan menghidupkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) lewat amendemen Undang-Undang (UUD) 1945 merupakan pintu masuk untuk mengembalikan mandataris MPR sebagai lembaga tinggi negara. Demikian disampaikan Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari.
Menurut dia, konsekuensinya Presiden kembali dipilih MPR dan menjadikan demokrasi pada jalur mundur. "Saya melihat perubahan UUD dengan isu PPHN ini adalah pintu yang akan membuka ruang berbagai masalah. Tidak mungkin hanya kewenangan MPR ditambah, juga akan dibahas DPR, KY (Komisi Yudisial), KPK (Komisi Pemberatantasan Korups), lembaga peradilan, kalau langgar PPHN seperti apa," kata Feri dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertema "Urgensi Amandemen UUD 1945 di Masa Pandemi", Rabu (1/9).
Wacana amandemen UUD 1945 digulirkan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Menurut politikus Partai Golkar itu, PPHN akan menyediakan panduan bernegara jangka panjang, termasuk akan jadi penunjuk arah pembangunan nasional.
Setelah wacana ini bergulir, muncul kekhawatiran publik jika amandemen kemudian melebar ke penambahan masa jabatan Presiden. Namun, usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bamsoet menyebut, jika amandemen UUD hanya dilakukan secara terbatas untuk membahas PPHN.
Feri menjelaskan, jika PPHN ditambahkan menjadi kewenangan MPR, maka secara konsep tata kenegaraan, semua lembaga negara harus menyesuaikan programnya dengan PPHN bentukan MPR.