Pada pengujung masa jabatannya di 2019, DPR juga membahas dan mengesahkan sejumlah RUU kontroversial.
Serangkaian rancangan undang-undang yang potensial bermasalah tengah digodok DPR RI. Setidaknya ada tiga revisi UU yang rentan dipersoalkan dan digugat jika disahkan pada rapat paripurna jelang berakhirnya masa jabatan anggota DPR periode 2019-2024, yakni RUU Penyiaran, revisi UU Mahkamah Konsitusi (MK), dan revisi UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Revisi UU MK saat ini sudah mulai memicu polemik lantaran rapat pengambilan keputusan tingkat 1 RUU itu dianggap cacat prosedural. Rapat digelar secara tertutup di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (13/5). Padahal, DPR masih dalam masa reses. Fraksi PDI-Perjuangan bahkan mengklaim tak diajak dalam rapat tersebut.
Selain prosedurnya, substansi RUU itu juga dinilai bermasalah. Pada Pasal 87 huruf a dalam draf RUU MK, tercatat kewajiban hakim konstitusi "melapor" ke lembaga pengusul jika ingin kembali menjabat pada periode selanjutnya.
Ketentuan itu dinilai menyalahi isi Putusan MK 81 Tahun 2023 tentang UU MK yang menyatakan perubahan UU MK tidak berlaku bagi hakim MK yang sedang menjabat. Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro poin revisi itu terindikasi kuat merupakan upaya mengendalikan hakim-hakim konstitusi.
"Ini upaya kooptasi terhadap MK agar sejalan dengan selera subjektif lembaga-lembaga pengusulnya, terutama DPR dan pemerintah. Kalau RUU ini disahkan, mungkin Indonesia jadi satu-satunya yang memberhentikan hakim di tengah masa jabatan atas dasar persetujuan lembaga pengusul," ucap Herdiansyah kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.