Frasa demokrasi santun ala Prabowo bisa digunakan sewenang-wenang untuk membungkam kritik yang terlampau "pedas".
Kasus-kasus represi dan kriminalisasi kelompok-kelompok kritis meletup di sejumlah daerah. Di Surabaya, Jawa Timur, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP Universitas Airlangga (Unair) dibekukan oleh Dekanat FISIP Unair lantaran memajang karangan bunga bernada satire di lingkungan kampus tak lama setelah pelantikan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran).
Dalam karangan bunga itu, BEM FISIP Unair menuliskan ”Selamat Atas Dilantiknya Jenderal Bengis Pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3 sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Lahir yang Lahir dari Rahim Haram Konstitusi." Setelah diprotes, pihak Dekanat lantas membatalkan pembekuan tersebut.
Pencabutan pembekuan dilakukan setelah pihak dekanat dan BEM FISIP Unair sepakat untuk tidak menggunakan diksi yang kasar dalam mengkritik. Menurut dekanat, ucapan selamat yang dikirimkan oleh BEM FISIP kepada Prabowo-Gibran tidak mencerminkan intelektual seorang akademisi.
"Kita ingin mengembangkan kultur menggunakan diksi-diksi yang kasar dalam kehidupan politik. Kami sepakat menggunakan diksi yang sesuai dengan kultur akademik," kata Dekan FISIP Unair Bagong Suyanto kepada wartawan.
Di Semarang, Jawa Tengah, CEO CEO Persatuan Sepakbola Indonesia Semarang (PSIS) yang juga calon Wali Kota Semarang A.S. Sukawijaya atau Yoyok Sukawi melaporkan pentolan kelompok suporter PSIS Kepareng alias Wareng ke polisi. Wareng dilaporkan karena diduga menyampaikan ujaran kebencian.