Di markas Efek Rumah Kaca, Cholil bercerita tentang unjuk rasa, korupsi, demokrasi, dan reformasi.
Cholil Mahmud mengambil gitar akustik. Jari-jari vokalis Efek Rumah Kaca (ERK) itu mulai memetik senar. Suara Cholil melengking. Bait-bait lagu "Sebelah Mata" ia tandaskan.
Kios Ojo Keos masih sepi, Senin (20/1) pagi itu. Selain Cholil dan sang istri, Irma Hidayana, terlihat hanya beberapa pengunjung yang nongkrong di kafe buku di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan itu.
"Niat kami membuka toko (Kios Ojo Keos) ini sebenarnya untuk ruang diskusi dan menampilkan karya bermusik kami. Tujuannya, supaya ada percakapan dengan sesama warga," ujarnya kepada Alinea.id menceritakan alasan para penggawa ERK bersepakat mendirikan Kios Ojo Keos.
Kafe itu kini jadi semacam "markas" bagi para personel ERK. Deretan buku "berat" dipajang di rak-rak yang menempel pada bidang dinding Kios Ojo Keos.
Cholil menyebut kafe yang resmi berdiri pada 2017 itu sebagai "laboratorium demokrasi". Korupsi, reformasi, dan demokrasi menjadi kata-kata yang lazim terucap dari mulut pengunjung setia kafe bergaya minimalis itu.