Politik

Fundamentalis agama, sayap ultranasionalis, dan kemunduran demokrasi

Maraknya isu berbasis sentimen SARA dinilai sebagai noda demokrasi dalam kontestasi elektoral mendatang.

Rabu, 07 Maret 2018 19:36

Pelbagai narasi bermunculan, terkait maraknya hoaks PKI reborn, persekusi yang mengatasnamakan moral, serta sentimen SARA di Indonesia. Kelahiran golongan konservatif agama dan pembungkaman sistematis yang diwadahi negara juga jadi indikasi menguatnya paham fundamentalis dan ultranasionalis. Ditilik dari sejarah, dua paham itu menemukan ruang sejak genosida brutal terhadap kelompok kiri tahun 1965. Kelompok kiri yang diwakili PKI kala itu dinilai belum menunjukkan perlawanan hingga kini.

Faktor lain, menurut Pemimpin Redaksi Lentera, Bima Satria adalah karena kelompok fundamentalis (Islam) secara umum punya kedekatan dengan pensiunan jenderal-jenderal dan pendukungnya. Perselingkuhan kedua anasir itu kerap dilakukan untuk merebut kekuasaan pada pilpres 2014 lalu. Hubungan ini direproduksi pada hajatan Pilkada DKI 2017 dan pemilu serentak 2019. Kelompok fundamentalis Islam disebut Bima dalam tulisannya ‘Kebangkitan Global Fundamentalis dan Ultra-Nasionalis: Bukan Akhir dari Sejarah’ (2017), menjadi perpanjangan tangan Polri dan militer yang tak ingin tangannya kotor usai diganjar banyak rapor buruk pelanggaran HAM.

Kelompok fundamentalis ini berlindung di balik topeng ketakutan bernama agama dan trauma masa lalu, yang dikicaukan pembentuk opini di sejumlah ruang. Tak heran, jika kemudian gerakan fundamentalis agama laris manis dan memiliki banyak pendukung garis keras. Mereka antara lain Forum Umat Islam (FUI), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Front Pembela Islam (FPI).

Khusus FPI, ia dikenal mesra dengan lingkaran Soeharto, khususnya Prabowo Subianto dan Wiranto. Ini dibuktikan dalam kajian Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean (2004), yang menyebutkan FPI diminta memobilisasi 100 ribu massa untuk melindungi Senayan pada 1999. Kedekatan FPI juga tampak dari bantuan mereka dalam pemeriksaan Wiranto terkait kasus Mei 1998. Terakhir dalam aksi 212 yang menggulingkan Ahok ke hotel prodeo pada Pilgub DKI lalu, karena kasus pelecehan agama. Bima juga menyarikan bocoran Wikileaks yang menunjukkan suntikan dana Polri dan Bin pada FPI.

Gejala meningkatnya tren dukungan kelompok fundamentalis Islam di Indonesia mirip dengan gejala populisme di negara demokrasi barat. Reuters menyebut kemenangan Donald Trump di Pilpres AS, dan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) di referendum Inggris sebagai tonggak penting.

Purnama Ayu Rizky Reporter
Purnama Ayu Rizky Editor

Tag Terkait

Berita Terkait